SERI NEGARA MARITIM INDONESIA
Dikontribusikan oleh: Prof. Dr. Hardi Prasetyo
SERI KEMARITIM INDONESIA
RINGKASAN EKSEKUTIF
Peningkatan Eksploitasi Pertambangan Migas di Laut Yurisdiksi Nasional guna meningkatkan Kesejahteraan Rakyat dalam rangka Pembangunan Nasional
TASKAP KSA XI LEMHANNAS Tahun 2003 menyajikan kondisi umum, landasan pemikiran, potret saat ini disertai dengan permasalahan yang dihadapi, pengaruh lingkungan strategis, kondisi yang diharapkan serta perumusan konsepsi peningkatan eksploitasi pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) di laut yurisdiksi nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam rangka pembangunan nasional berkelanjutan.
Di Abad 21 ketersediaan Migas merupakan hal yang vital dan strategis, bahkan telah ditempatkan sebagai Geopolitik Global dalam kaitan dengan keamanan energi berkelanjutan. Pada pemulihan ekonomi nasional, sektor Migas tetap dapat menyediakan bahan baku, energi, devisa untuk menopang APBN, membangun keterisolasian daerah frontier, kesempatan kerja baru serta pemberdayaan masyarakat setempat.
Dengan demikian eksploitasi pertambangan Migas di laut yurisdiksi nasional yang bertujuan untuk mengeluarkan Migas dari dalam perut bumi (produksi) mengemban misi strategis dari pembangunan nasional, yaitu sebagai andalan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional serta menjamin keamanan ketersediaan energi guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, sebagai bagian dari peradaban seluruh umat manusia di Millennium III. Luaran dari eksploitasi pertambangan Migas tidak saja berorientasi pada tujuan ekonomi semata yaitu untuk mendayagunakan sumber daya alam tidak terbarukan, namun juga selaras dengan misi pembangunan bidang kesejahteraan rakyat.
Beberapa isu kritis adalah selama empat tahun belakangan ini (2000-2003) produksi Minyak Indonesia menurun, Indonesia dapat menjadi net importer oil sekitar 12 tahun, ketergantungan yang sangat besar pada investor asing dan secara umum iklim investasi Migas menurun. Bila hal tersebut tidak diantisipasi, maka Ketahanan Energi berbasis bahan bakar minyak dan Ketahanan Ekonomi ke depan menjadi kurang tangguh. Masalah mendasar adalah bagaimana meningkatkan eksploitasi Migas di laut yurisdiksi nasional untuk menghasilkan luaran yaitu meningkatnya produksi dan menciptakan nilai tambah, serta outcome yang diharapkan.
Hasil Kunci (a key result) peningkatan kegiatan eksploitasi pertambangan Minyak dan Gas Bumi di wilayah laut yurisdiksi nasional, mempunyai nilai strategis.
Luaran utama yang diharapkan adalah peningkatan produksi Migas nasional serta dapat memperlambat Indonesia menjadi net oil importer country, sekaligus meningkatkan keamanan pasokan Migas baik bagi kepentingan saat ini, maupun bagi generasi mendatang. Hal tersebut juga sangat relevan sebagai implementasi dari konsepsi Negara Kepulauan dan Wawasan Nusantara, yang secara khusus merupakan operasionalisasi Wawasan Bahari sebagai salah satu pilar dari Geopolitik Indonesia menuju cita-cita nasional.
Kegiatan hulu (eksplorasi dan eksploitasi) berkaitan dengan menemukan dan memproduksi Migas, berbasis landasan operasional pembentukan minyak bumi (oil origin) merupakan proses Geologi yang telah berlangsung jutaan tahun yang lalu.
Di samping itu merupakan bagian integral pembangunan sektor Migas dilandasi oleh Paradigma Nasional.
SDA Migas di laut yurisdiksi nasional dari sistem Negara Kepulauan Indonesia dibentuk oleh proses geologi yang terjadi puluhan hingga ratusan juta tahun yang lalu, selanjutnya dikelola dan didayagunakan melalui kegiatan eksploitasi dengan mengoptimalkan kemampuan nasional.
Eksploitasi pertambangan Migas di laut yurisdiksi nasional agar dapat mencapai tujuan nasional senantiasa dilandasi Paradigma Nasional yaitu: Landasan Idiil Pancasila untuk mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan, di mana potensi SKA Migas dikelola dan didayagunakan secara berkelanjutan; Landasan Konstitusional UUD 1945 khususnya mengacu Ayat 2 dan 3, Pasal 33 di mana kepemilikan SKA Migas (mineral right)adalah oleh Negara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi seluruh Rakyat Indonesia; Landasan Visional Wawasan Nusantara di mana eksploitasi Migas di laut sangat relevan sebagai salah satu pilar Geopolitik Indonesia menuju cita-cita nasional; Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional sangat terkait dengan Gatra Geografi, SKA, dan Ekonomi untuk meningkatkan Ketahanan Energi Migas dan Ketahanan Ekonomi agar menjadi lebih tangguh; dan Landasan Operasional GBHN merupakan bagian integral pembangunan Sektor Migas untuk pemulihan perekonomian nasional.
Potret Kondisi Eksploitasi Pertambangan Migas saat ini dan permasalahan yang timbul digunakan sebagai alat bantu untuk proses evaluasi dan tindaklanjutnya.
Produksi Migas di lepas pantai mempunyai pangsa sekitar 34% dari total produksi Migas (tahun 2000). Anjungan produksi terdalam yang telah dibangun di Selat Makassar pada kedalaman dasar laut 975 m. Produksi Minyak menurun dari 1,4 (2000), 1,36 (2001), 1,27 (2002), dan pada tahun 2003 menjadi 1,15 juta barel per hari. Belum optimal penawaran Wilayah Kerja Blok lepas pantai antara lain prospek di daerah frontier dan laut dalam sangat memerlukan investasi besar. Cadangan Minyak relatif konstan pada tingkat 9,2-9,8 milyar barel, terdiri dari cadangan terbukti sekitar 5 milyar barel dan cadangan potensial sekitar 4,2 milyar barel.
Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Sumber Daya Alam Migas melalui serangkaian kegiatan yaitu survei, pemetaan, penelitian dan pengembangan serta eksplorasi yang ditujukan untuk mendapatkan potensi sumber daya, pengkajian cekungan, Tatanan Geologi dan Prospek Migas belum optimal. Demikian pula batas-batas wilayah NKRI belum dapat dituntaskan, hal ini terkait dengan batas wilayah hukum Pertambangan Migas untuk penentuan Blok WK Baru. Sementara itu Aset Sumber Daya Migas Nasional yaitu SDM, Iptek, Sarana dan Prasarana, Data dan Informasi, Regulasi, Modal/Investasi kinerjanya dan pemberdayaannya belum optimal. Sehingga Indonesia belum menjadi tuan rumah di negaranya sendiri!
Permasalahan pokok yang telah diidentifikasikan adalah: Pertama, bagaimana peningkatan eksploitasi dapat meningkatkan produksi Migas bagi penerimaan negara guna menunjang pemulihan ekonomi, dan menciptakan nilai tambah bagi masyarakat pesisir yang tinggal di sekitar kegiatan; Kedua,bagaimana meningkatkan keamanan ketersediaan energi Migas Indonesia secara berkelanjutan, untuk mengantisipasi Indonesia sebagai negara net importer country; Ketiga, bagaimana terciptanya usaha hulu Migas yang berwawasan lingkungan dan mengikuti kaidah eksploitasi penambangan yang benar; dan Keempat, bagaimana Indonesia dapat mandiri dan lepas dari ketergantungan yang demikian besar pada investor asing pemegang KPS dengan mengoptimalkan kemampuan Sumber Daya Migas Nasional (SDMN) yang memiliki kompetensi yang dapat diandalkan.
Mengingat Migas merupakan komoditas yang vital dan strategis oleh karena itu eksploitasi pertambangan Migas di laut yurisdiksi nasional akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis baik global/internasional, regional, dan nasional selanjutnya dari dinamika tersebut menciptakan peluang dan kendala.
Lingstra Global adalah isu-isu Demokratisasi, HAM, Lingkungan Hidup, Terorisme. Konvensi PBB mengenai Hukum Laut Internasional (Unclos 1982) merupakan pengukuhan terhadap Wawasan Nusantara, dan telah memperluas wilayah laut dan yurisdiksi nasional dari sistem negara kepulauan dari NKRI.
Dinamika Geopolitik Migas Global diwarnai oleh perang untuk mendapatkan harga minyak yang murah (war for cheaper oil). Negara-negara maju meningkatkan cadangan Minyak strategis sebagai bagian keamanan energi jangka panjang. Rekonsiliasi antar negara produsen (direpresentasikan oleh OPEC) dan negara konsumen Minyak mengubah situasi hubungan keduanya dari sebelumnya lebih bernuansa konfrontasi menjadi hubungan dialogis dan kerjasama selanjutnya mengukuhkan paradigma baru pengembangan energi berbasis tiga E (3 E) yaitu Economic Growth (pertumbuhan ekonomi), Energi Security (keamanan energi berbasis Minyak) dan Environmental Protection (Perlindungan Lingkungan).
Paradigma Pembangunan Berkelanjutan (The Earth Summit 1988) di mana setiap negara mempunyai kewajiban untuk menjaga daya dukung alam dan kualitas lingkungan hidup untuk kelangsungan hidup umat manusia baik masa kini maupun mendatang. Semakin meningkatnya perhatian masyarakat dunia terhadap fenomena perubahan iklim global sebagai dampak efek rumah kaca yang dikontribusikan oleh pembakaran energi berbasis fosil (Minyak dan batubara). Protokol Kyoto merupakan komitmen negara maju untuk menurunkan emisi CO2 kembali pada posisi tahun 1990. Revolusi energi hijau berkelanjutan mendorong pemakaian energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan antara lain energi baru dan terbarukan.
Lingstra Regional ditandai oleh dinamika dari negara China baik sebagai konsumen, juga sangat ekspansif di sektor hulu Migas antara lain berinvestasi di Indonesia. Sebagai negara kontinen, namun China telah membangun suatu Perusahaan Migas Lepas Pantai Nasional yang juga mulai beroperasi di Indonesia. Australia telah menjadi pesaing pemasok gas bumi Indonesia di China, di samping itu telah mengembangkan program tepian benua (continental margin) secara besar-besaran untuk mengkleim kepada PBB yaitu batas terluar 350 mil Landas Kontinen. Malaysia melalui Petronas semakin mengglobal di sektor hulu Migas sampai ke Afrika dan Timur Tengah. Vietnam, Laos dan Kamboja telah memberikan kemudahan bagi para investor hulu Migas. Hal tersebut memberikan tantangan baik untuk menarik investor sektor Migas, maupun sebagai pesaing bagi Perusahaan Migas Indonesia untuk menanamkan modal di luar negeri.
Lingstra Nasional diwarnai oleh dampak negatif euforia demokratisasi sebagai implikasi Reformasi Total. Aspek Geografi, terkait belum tuntasnya peraturan perundang-undangan mengenai batas wilayah NKRI sebagai tindaklanjutUnclos 82 dan Pasal 25E UUD 1945. Kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengelola wilayah laut (12 Mil untuk Provinsi dan 4 Mil untuk Kabupaten/Kota) diartikan sebagai wilayah kedaulatan.
Sumber Kekayaan Alam beberapa Pemda menuntut penguasaan SDA Migas (mineral right dan mining right) sementara itu UU No. 22 tentang Migas merupakan era baru menuju sektor Migas yang lebih efisien, mandiri dan bersaing di era persaingan bebas. Demografi, penduduk terutama mendiami kawasan berjarak 10 km dari garis pantai, dimana sasaran program Community Development (CD) dari kegiatan eksploitasi Migas di laut cukup sulit untuk ditentukan. Ideologi, walaupun Indonesia sebagai negara Bahari memenuhi kriteria untuk membangun kekuatan di laut (sea power), namun pembangunan nasional masih lebih berorientasi pada kontinen. Politik, Menjelang Pemilu 2004 diperkirakan akan memberikan implikasi terhadap iklim usaha Hulu Migas. Ekonomi, sektor Migas tetap dapat mengkontribusikan 25-35% pada APBN, namun pendayagunaan SDA Migas masih didominasi oleh investor asing melalui Kontrak Kerjasama terutama KPS, menyebabkan posisi tawar Indonesia menjadi lemah. Sosial Budaya, eksploitasi Migas dengan kerangka KPS bila tidak diwaspadai dapat memicu kejutan budaya (culture shock),konflik budaya antara pendatang dengan masyarakat setempat. Hankam, pemisahan TNI-Polri sebagai amanat TAP No. VI dan VII MPR RI masih berdampak pada belum jalasnya (wilayah abu-abu) dalam kewenangan pengamanan obyek vital sektor Migas. Perlu pengawasan tenaga kerja asing dari KPS, gangguan keamanan fisik dan kenyamanan operasi, potensi keamanan diberlakukannya tiga ALKI, serta ancaman terorisme internasional.
Peluang yaitu membaiknya harga minyak mentah dunia dapat meningkatkan minat investor, adanya rekonsiliasi antara negara konsumen dengan negara produsen Minyak akan meningkatkan kerjasama internasional antara lain pengembangan SDM dan Iptek, wilayah laut yang luas dan prospek geologi menjadi daya tarik investor, carbon credit dari Kyoto protocol, kewajiban program Community Development, kemajuan teknologi untuk meningkatkan eksploitasi di WK laut dalam, UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas memegang peran kunci bagi pengembangan sektor Migas yang lebih profesional, bersaing dan peningkatan SD Migas Nasional.
Kendala yaitu eksploitasi Migas di laut yurisdiksi nasional bersifat padat teknologi dan modal menyebabkan Indonesia belum dapat menjadi tuan rumah di negaranya, negara super power tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer untuk melindungi kepentingan investasi negaranya di sektor Migas, UU No. 22/99 tentang Pemerintahan Daerah menyebabkan laut seolah-olah dikapling, dan masih kurangnya kesadaran hukummengganggu kenyamanan operasi eksploitasi Migas.
Adanya penurunan produksi Migas dan Ketergantungan Indonesia yang demikian besar pada eksploitasi Migas di Laut sehingga keamanan energi Indonesia jangka panjang, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional menjadi kurang tangguh. Hal ini menjadi dasar bagi perumusan Kondisi Eksploitasi Migas yang diharapkan.
Pendekatan Sistem Pendayagunaan SDA Migas telah dikembangkan untuk memproyeksikan kondisi yang diharapkan, terdiri tiga unsur utama yaitu: pertama sebagai proses masukan adalah Sumber Daya Migas Nasional (SDMN), kedua proses perubahan awal yaitu Inventarisasi dan Evaluasi Potensi, ketiga proses perubahan utama adalah Pendayagunaan Potensi melalui Usaha ekonomi KPS. Sebagai paradigma baru yang dianut sistem ini adalah SDA Migas merupakan titipan dari anak cucu kita yang merupakan generasi mendatang.
Pertama, peran usaha sektor hulu (eksploitasi) perlu dioptimalkan sehingga produksi dapat dikembalikan pada tingkat 1,4 juta barel per hari (posisi tahun 2000), dan memperlambat Indonesia menjadi net importer Minyak. Kondisi ini akan dapat dicapai bila jumlah sumur produksi diperbanyak serta menerapkan teknologi enhance oil recovery (secondary atau tertiary). Jumlah Wilayah Kerja pada cekungan lepas pantai yang mempunyai prospektif diperbanyak. Kedua, CadanganMigas diperbesar dengan optimalisasi Inventarisasi dan evaluasi potensi sumber daya Migas melalui kegiatan survei, pemetaan, penelitian Geosain kelautan dan eksplorasi. Eksplorasi pada Cekungan Migas yang masih frontier terus diupayakan sampai paling sedikit mencapai 50%. Pemetaan geologi dasar laut oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) di bawah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dituntaskan.
Penetapan batas wilayah laut agar wilayah hukum pertambangan Migas di lepas pantai dan landas kontinen dituntaskan sehingga penetapan Blok Wilayah Kerja mempunyai kekuatan hukum. Ketiga, Sumber Daya Migas Nasional (SDM, Iptek, Sarana Prasarana, Data dan Informasi, Kelembagaan/Organisasi, Peraturan dan Perundang-undangan) ditingkatkan, agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Khususnya Iklim investasi yang lebih kondusif perlu diciptakan mengingat kegiatan hulu migas memerlukan dukungan pendanaan yang sangat besar dengan resiko sangat tinggi, dengan potensi geologi sebagai unggulan. Keempat, Perlindungan lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan keamanan semakin meningkat dan kondusif sehingga pendayagunaan SKA Migas benar-benar memperhatikan daya dukung dan melindungi lingkungan fisik dan hidup. Demikian pula masyarakat di sekitar kegiatan diberdayakan untuk memperoleh kemanfaatan sebesar-besarnya dengan menciptakan nilai tambah, sehingga keamanan terbuka dan kenyamanan pengoperasian lapangan dapat berlangsung secara kondusif.
Hubungan Peningkatan Eksploitasi Migas dengan kesejahteraan rakyat adalah membuka keterisolasian wilayah, membangun infrastruktur umum, lapangan kerja lokal dan pemberdayaan masyarakat. Implikasinya terhadap pembangunan nasional adalah pendayagunaan SDA Migas tetap konsisten dapat memberikan kontribusi pada APBN dengan mengoptimalkan pengembangan perekonomian berbasis SDA berkelanjutan serta senantiasa memperhatikan daya dukung alam dan perlindungan lingkungan.
Telah diposisikan alternatif pemecahan masalah pokok pada kondisi peningkatan eksploitasi Migas di laut yurisdiksi nasional yang diharapkan. Pertama, optimalisasi pendayagunaan SDA Migas melalui kegiatan eksploitasi harus dapat dilaksanakan secara efisien sehingga dapat meningkatkan produksi Migas; Kedua, peningkatan eksploitasi Migas merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda lagi, harus dilaksanakan secara integral baik pada kegiatan utama yaitu eksploitasi, maupun elemen lainnya yaitu Inventarisasi dan evaluasi Potensi SDA Migas, komponen input yaitu aset Sumber Daya Nasional Migas, Investasi, Lingkungan hidup dan keamanan; Ketiga, perlu dikembangkan good corporate governance pada usaha hulu Migas, good mining practices dapat senantiasa diimplementasikan, menghasilkan produk yang ramah lingkungan (environmental friendly); Keempat, untuk membawa impian agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negaranya sendiri maka secara sistem input process yaitu Sumber Daya Migas Nasional (SDM, Iptek, Sarana Prasarana, Data Informasi, Kelembagaan, Regulasi, Investasi, Lingkungan dan Keamanan) harus ditingkatkan dan diberdayakan.
Konsepsi Peningkatan Eksploitasi Pertambangan Migas merupakan bagian integral pembangunan sektor Migas diimplementasikan dengan mengoptimalkan kemampuan nasional selanjutnya ditetapkan Kebijaksanaan, Strategi dan Upaya-upaya yang komprehensif dan integral.
Arah kecenderungan peningkatan eksploitasi Migas dituntut untuk lebih memperhatikan “pendayagunaan yang dikontrol oleh kesepakatan, komitmen yang berlaku secara universal (global) bagi seluruh umat manusia di planet bumi ini serta berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku guna menciptakan kesejahteraan Rakyat”. Di samping itu, mengakomodasi berkembangnya isu-isu aktual dan kritis yang relevan baik berdimensi global, regional maupun nasional.
Kebijaksanaan yang dirumuskan adalah: mewujudkan peningkatan eksploitasi pertambangan minyak dan gas bumi di laut yurisdiksi nasional untuk meningkatkan produksi dan menjamin keamanan pasokan Minyak jangka panjang guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam rangka pembangunan nasional berkelanjutan.
Lima strategi untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut, yaitu: Pertama, meningkatkan produksi migas mencapai 1,4 juta barel per hari melalui pengembangan sumur dan penerapan enhance oil recovery (EOR); Kedua, meningkatkan Inventarisasi dan evaluasi potensi sumber daya alam Migas untuk menyediakan data dan informasi yang akurat melalui survei, pemetaan, penelitian dan pengembangan, dan eksplorasi; Ketiga, meningkatkan sumber daya Migas nasional melalui pengembangan kapasitas SDM, Iptek, Sarana dan Prasarana, Data dan Informasi, Kelembagaan, Regulasi dan Investasi; Keempat, meningkatkan perlindungan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat melalui pencegahan pecemaran, penanggulangan anjungan pasca produksi dan Program “Community Development”; dan Kelima, meningkatkan keamanan dan kenyaman operasi eksploitasi Migas melalui pengembangan sistem keamanan mandiri dengan memberdayakan peran masyarakat di sekitar lokasi kegiatannya.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan yaitu: untuk Strategi meningkatkan produksi Migas adalah para KPS meningkatkan Sumur produksi, Peningkatan Enhance Oil Recovery, Transportasi; Strategi peningkatan INEV adalah Pemerintah, Institusi Litbang dan Industri Jasa mengoptimalkan kegiatan Survei dan Pemetaan, Penelitian dan Pengembangan, Eksplorasi, dan Edukasi/Pendidikan; Strategi meningkatkan
Sumber daya Migas Nasional adalah Pemerintah dan Pelaku Usaha (KPS) meningkatkan aspek SDM, Iptek, Sarana dan Prasarana, Sistem Informasi Migas, Koordinasi antar institusi/organisasi yang terkait, Investasi luar negeri dan dalam negeri, Legislasi dengan restrukturisasi kebijakan sektor Migas; Strategi meningkatkan perlindungan lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat mencakup Pemerintah Pusat, Daerah, KPS dan masyarakat setempat meningkatkan proteksi pencemaran lingkungan hidup maupun fisik, penuntasan status sumur pasca produksi, Pemberdayaan Masyarakat (community development) pesisir atau pulau-pulau kecil yang tinggal di sekitarnya dan Partisipasi Masyarakat pada usaha-usaha ekonomi kerakyatan; Sedangkan upaya-upaya untuk Strategi meningkatkan keamanan dan kenyamanan operasional eksploitasi Migas mencakup KPS, Aparat Keamanan, dan Masyarakat setempat meningkatkan Penegakan Hukum terhadap gangguan keamanan termasuk prevensi terhadap aksi Terorisme serta Kenyamanan baik menjaga kesucian Kontrak Production Sharing maupun tekanan-tekanan psikologi yang ditujukan pada pekerja sektor Migas baik warga asing atau pendatang.
Dari benang merah penyajian TASKAP pada setiap pilar tersebut di atas selanjutnya dirumuskan kesimpulan utama yang mempunyai implikiasi strategis. Pertama, Migas diposisikan sebagai komoditas yang vital dan strategis bahkan sebagai geopolitik global dalam kaitan dengan keamanan energi berkelanjutan. Kedua, walaupun pada tahap pemulihan ekonomi di satu sisi sektor Migas tetap tegar dapat mengkontribusikan hal yang bermakna baik guna meningkatkan kesejahteraan rakyat maupun dalam rangka pembangunan nasional yaitu menopang APBN. Namun, di sisi lain isu kritis yang berkembang adalah adanya penurunan produksi selama empat tahun ke belakang, menjadi net importerminyak kurang lebih 12 tahun lagi, pendayagunaan SDA Migas sangat didominasi oleh investor asing melalui KPS sehingga belum dapat menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Ketiga, peningkatan eksploitasi dan ditopang eksplorasi pertambangan Migas di laut yurisdiksi nasional mempunyai nilai strategis karena luarannya akan meningkatkan produksi nasional sekaligus dapat memperlambat Indonesia menjadi net oil importer, bersamaan dengan itu meningkatkan keamanan pasokan Migas jangka panjang, yang pada akhirnya Ketahanan Energi berbasis BBM dan Ketahanan Nasional menjadi lebih tangguh.
Agar konsepsi tersebut dapat direalisasikan telah disusun beberapa rekomendasi dengan lingkup lebih makro atau tataran kebijakan. Perlu terus diberikan paket insentifterutama kepada para investor agar eksploitasi di wilayah laut frontier atau laut dalam yang memerlukan modal yang sangat besar dapat ditingkatkan; Perlu dilanjutkan sosialisasi dengan Pemda terkait dalam mengantisipasi keingingan daerah untuk memiliki kuasa pertambangan Migas (mining right) dan kedaulatan pada wilayah pengelolaan laut; Perlu terus ditingkatkan kapasitas Sumber Daya Migas nasional (SDM, Iptek, Data dan Informasi, Sarana dan Prasarana, Peraturan dan Perundang-undangan); Perlu ditingkatkan Koordinasi yang sinergis dan terus menerus secara intensif diantara lembaga atau institusi yang terkait sektor hulu Migas dengan memperjelas siapa melakukan apa; Perlu memberikan dukungan bagi tersedianya Kapal Riset MAGEX (Marine Geological Exploration) di bawah pengelolaan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral; Perlu dibentuk suatu konsorsium Perusahaan Nasional Minyak Lepas Pantai Indonesia (Indonesian National Offshore Oil Company INOOC)yang khususnya menangani EP di wilayah laut; Perlu dikeluarkan peraturan khusus yang terkait pengamanan obyek vital di lepas pantai, termasuk antisipasi ditetapkannya tiga Arus Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI); Perlu segera dituntaskan penyelesaian survei dan pemetaan berkaitan batas-batas wilayah ditindaklanjuti dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang Daftar Geografis Titik-titik pangkal pada Garis Pangkal kepulauan Indonesia. Demikian pula penyelesaian melalui negosiasi terhadap tumpang tindih batas-batas wilayah Laut Teritorial, Landas Kontinen, dan ZEE dengan beberapa negara tetangga.